Suatu hari cinta itu datang tak disangka dan tak diduga, cinta itu mengalir seperti udara yang selalu menggalir kesemua arah.
Suatu ketika ada seorang wanita yang cantik, lemah gemulai, baik hati,
dan selalu tersenyum, wanita itu tampak anggun didepan semua kaum hawa
yang melihatnya.
Wanita itu bernama ASIH WINARNI, dan sering dipanggil
dengan sebutan ASIH. Asih ini terlahir ditenggah-tengah keluarga yang
kurang mampu, tetapi asih ini beruntung karna april ini anaknya selain
cantik dia juga pintar,dan mendapatkan biasiswa , sehingga asih dapat
bersekolah diSMA yang cukup dikenal dan asih juga dengan hasil
prestasinya itu dia dapat membanggakan kedua orang tuanya. Asih anak kedua dan dia memiliki seorang kakak laki-laki yang disayangnya.
Isi :
asih winarni yang bersekolah disma terpadu, jakarta
timur, dia merasa sangat senang karna asih memiliki banyak teman yang
sayang sama dia dan guru-guru yang bangga terhadap dia.
Asih memiliki 3 sahabat yang paling dekat dengan dia, sahabatnya
bernama SARI, SINTA, ZUBAIDAH, mereka sudah seperty saudara bagi asih.
Tetapi ada teman satu sekola asih yang tidak suka dengan asih,temanya
yang jahat itu selalu menggagu asih dan mengadu dombanya,tetapi dengan
kelapangan hati asih dia tidak menangapi kenakalan temannya itu,
malahan dia selalu memberikan maaf kepada temannya itu.
Dan pada hari itu juga ada anak laki-laki yang baru pindah sekolah anak
itu dari bandung anak itu selain dia gagah dia juga pintar,laki-laki
itu bernama RIO, rio mulai suka dengan asih (pandangan pertama) dan rio
mendekati asih detik demi detik, hari demi hari,bulan demi bulan dan
akhirnya rio menyatakkan perasaannya kepada asih dan ternyata asih
juga menyimpan perasaan yang sama, dan mereka pun pacaran. Dan selama
bertahun-tahun mereka pacaran asih ini menyukai satu cowo dari
sekolahan yang lain cowo itu bernama steven dan mereka pun jadian, asih
ini sangat sayang terhadap kedua cowo itu, dan kedua cowo itu juga
sayang terhadap asih. Selama asih pacaran dengan rio steven ini
mengetahui kalau asih telah menghianati cintanya, tetapi rio tak
mengetahui itu, dan steven berkata kepada asih “ asih kamu pilih aku
atau dia, aku itu terlalu sayang pada kamu asih”,
Asih menjawab “ maaf selama ini aku telah membohogi kamu,aku tidak ada
maksud seperty itu, aku juga sayang sama kamu, tapi aku juga sayang
kepada rio, aku tidak bisa putuskan kalian berdua, aku terlalu sayang”.
Rio “ tapi kenapa pril,kenapa kamu tidak jujur dari awal, kalau aku tau
aku akan mengalah,tapi perasaan ini kamu biarkan mengalir, dan pada
akhirnya yaitu hari ini kamu telah menyakiti salah satu hati diantara
orang yang kamu sayangin asih”.
Asih “ maaf aku tidak ada maksud seperty itu ven”.
Steven “ ya sudah lah sekarang kamu pilih aku atau dia”
Asih “ keputusan itu sangat sulit aku tidak bisa steven”.
Steven “ kamu harus bisa”
Dan pada saat itu asih menggambil keputusan yang tidak ingin
diberikannya dan yang dipilihnya itu rio,dan steven pun merasa sedih,
tapi steven itu tidak membenci asih malah asih dianggapnya seperty ade
kandungnya sendiri.dan selama berbulan-bulan steven ini menjauh dari
kehidupan asih,tanpa ada kabar apapun.
Tiba-tiba teman asih yang bernama SARI memberikan kabar kalau steven
sakit parah, tetapi asih pun menganggap itu hanya gurauan saja,
ternyata memang betul steven sakit parah dan aku tidak dapat
menjenguknya kata asih, karna pada saat itu juga kakek asih meninggal
dunia,asih menitipkan salam kepada steven agar steven cepat sembuh.
Dan seminggu telah berlalu asih mendapatkan kabar lagi dari sahabatnya
SARI (menangis sambil tersedu-sedu) “ asih steven tidak ada lagi
didunia ini dia telah meninggalkan kita semua”,
Asih “ (kaget, sambil tertawa kecil) hah kamu pasti lagi bercanda itu tidak mungkin terjadi, kamu pasti salah dengar”
SARI “ tidak aku tidak bergurau aku serius asih”
Asih pun jatuh pingsan setelah mengetahui bahwa kabar itu beneran.dan
asih menaggis histeris akan tidak percaya bahwa orang yang pernah
dicintainya kini telah tiada dimuka bumi ini, asih kelihatan syok
kemarin dia kehilanggan kakeknya sekarang dia kehilanga steven. asih
dan 3 sahabatnya pun kerumah steven mereka ingin bertemu dengan steven
untuk taerakhir kalinya.
Asih pun pulang kerumahnya dan berbaring dikamarnya ia bersedih karna steven telah tiada ia berkata dalam hatinya,,,
“ Steven walaupun kau telah tiada kau akan selalu dihatiku sampai
kapanpun, dan kamu akan selalu terkenang dihatiku, semoga engkau
diberikan tempat yang layak untuk mu”
Dan setelah dia berkata demikian diapun tertidur dengan nyeyak.
TAMAT deh hahaha sekian dulu ya cerita dari saya :)
Minggu, 15 April 2012
cinta segitiga
cerita ini di ibaratkan yaa , bukan cerita gue sih ... tapi cerita temen gue tapi gue ceritain lg diblog ini tetang seseorang yg ngalamin cinta segitiga , ceritannya begini nih , simak yukk ah :)
Udara sore berhembus semilir lembut,terasa sejuk membelai kulit.Kira-kira menunjukan pukul 16.45 WIB. Seorang gadis yang manis dan lugu sedang berjalan didepan rumahnya itu. Tiba-tiba seorang pria tampan memakai kendaraan sepeda motor mengikuti sepanjang jalannya dengan pelan-pelan, sementara berpasang-pasang mata tampak mengarahkan pandangannya kearah gadis manis itu.
Tiara, itulah nama gadis berwajah manis dan lugu itu. Entah kenapa dia seakan-akan menjadi pusat perhatian para pria. Tiara bermaksud untuk pergi kerumah temannya, tiba-tiba seorang pria itu menghentikan langkah Tiara.
“Haii...!” Tiara terkejut, dan menatap pada pria itu. Pada saat itu, ternyata pria itu juga menatap kearah Tiara. Mereka saling menatap.
Lima bulan berlalu Tiara dan Putra melewati hari-harinya bersama penuh dengan warna. Putra adalah pria yang sangat-sangat menyayangi Tiara, menjaga Tiara, dan pria yang penuh keromantisan. Tetapi semuanya berubah, Putra sudah mulai menghianati cintanya Tiara dengan yang lain, Ia berselingkuh dengan teman dekatnya Tiara.Hubungan mereka pun kini mulai tak seindah dulu lagi,hingga akhirnya mereka berpisah.
Tiga minggu berlalu setelah Tiara berpisah dengan Putra,Tiara sudah memasuki SMP kelas 3. Saat Tiara berdiam diri dipekarangan sekolah sepasang matanya menatap kearah pohon, dimana tampak terdapat goresan yang menghiasi pohon itu. Goresan-goresan yang dibuat dengan cara menyayat kulit batang pohon itu, dan tiba-tiba ada pria yang menghampiri Tiara.
“Pohon yang malang dan patut dikasihani,” desah Tiara sambil menghela napas panjang.
“Kenapa kamu mengatakan pohon ini patut untuk dikasihani?” Tanya pria itu.
“Mereka terlalu sadis mengukir dipohon ini.”
“Tidak, jika menurut pendapatku !!” Jawab Pria itu.
“Tentu, karena kamu tidak mengetahui penderitaan pohon ini.”
“Ada kalanya, penderitaan itu sangat berharga.” Pria itu menepuk-nepuk pohon itu. “Ini hanya pohon biasa, namun ukiran huruf-huruf itu akan kekal abadi selama-lamanya.” Pria itu menoleh kearah Tiara seraya kembali berkata, “Bukankah suatu kenangan sangat sulit untuk dilupakan?” Pria itu tersenyum.
Tiara tersenyum dengan wajah muram. “Kamu tidak mengetahui apa yang aku rasakan saat ini, kamu juga tidak mengetahui sakit dan pahitnya rasa ini.” Tutur Tiara. “Aku memang tidak mengetahuinya tetapi aku dapat merasakan rasa sakit yang kamu alami sekarang ini.” Tutur Pria itu.
Tiara merasa tingkah laku dan sifat pria ini berbeda dengan pemuda yang lain, gerak geriknya halus dan sopan.
“Namamu siapa dan kelas 9 apa?” tanya Tiara.
“Namaku Ridwan,, aku kelas 9E .”
“ oohh,,darimana kamu mengetahui namaku?” tanya Tiara.
“ Siapa siihh yang enggak kenal kamu, banyak orang yang mengagumimu Tiara. Tetapi sayang sinar dan keceriaan diwajahmu kini sudah tiada, kamu telalu terpuruk oleh masa lalu kamu bangkit Tiara !!” tutur Ridwan.
“Terimakasih Ridwan.” Jawab Tiara. Tiara dan Ridwan pun pergi dari pekarangan sekolah itu. Dari perkenalan itu Tiara dan Ridwan pun menjadi seorang teman, mereka akrab dan kegembiraan pada raut wajah Tiara sudah mulai kembali. Tiara menjadi gadis yang ceria lagi seolah-olah dia sudah melupakan sakit yang ia rasakan selama ini. “ Terimakasih ya Ridwan.” Tutur Tiara.
“ Terimakasih buat apa?” Tanya Ridwan.
“ Ya, karena kamu sudah mau menjadi teman aku dan kamu juga sudah dapat mengembalikan lagi senyum aku. Tanpa kamu mungkin aku tidak akan menemukan kegembiraan lagi.” Tutur Tiara.
“ ohh..Sama-sama Tiara. Aku senang berteman dengan kamu. Bukankah kamu telah menemukan kegembiraanmu? Kamu akan berteman dengan yang lainnya, maka kegembiraan hatimu juga akan bertambah.” Tutur Ridwan.
Tiara mendengar terus apa yang sedang dikatakan Ridwan, hatinya terus terhibur dan tenang. Tiara sadar bahwa didunia ini tiada jalan buntu jika ingin bertekad bulat berjalan terus dengan setulus hati.
Ketika Tiara sudah mulai dekat dan menyayangi Ridwan begitupun perasaan Ridwan kepada Tiara, Putra menghubungi Tiara kembali dan mengajaknya untuk kembali lagi bersama Putra. Putra meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kehilafan dia selama ini, namun Tiara bingung dengan perasaannya. Ia masih mencintai Putra yaitu Cinta Pertamanya sedangkan disisi lain dia juga mencintai Ridwan yang sudah membuat hari-hari Tiara kembali lagi menjadi hari-hari yang cerah dan penuh warna. Akhirnya Tiarapun memutuskan untuk menerima Putra kembali menjadi kekasihnya.
“ Terimakasih Tiara kamu sudah mau menerima aku sebagai kekasihmu lagi, aku janji aku nggak akan mengulangi lagi kesalahan terbesar aku ini, aku janji Tiara.” Tutur Putra. “ Iya,,aku nggak butuh janji kamu aku hanya butuh bukti kamu Put.” Jawab Tiara. “Pasti akan aku buktikan.” Jawab Putra.
Setelah Tiara dan Putra kembali lagi, Ridwan sudah mulai menjauhi Tiara. Hati ridwan sangat-sangat pedih dan hancur berkeping-keping melihat mereka bersama.
Bel waktu pulang sekolah telah berbunyi, para siswa itu pun mulai meninggalkan ruangan kelas. Tiara berjalan keluar dari dalam kelas, ia seperti orang kebingungan dengan apa yang ia ambil dari keputusannya itu, ia tidak pernah melihat lagi Ridwan disekolah. “ Kemana Ridwan ?” Tanyanya dalam hati. Tiara pun pulang kerumah dan mengganti pakaiannya didalam kamar.
“toook...tokkk..tokk.” suara ketukan pintu kamar Tiara. Ibunya memanggil. “ Tiara, buka pintunya sayang!!”
“ Iya mah, sebentar.” Jawab Tiara. Tiara membukakan pintu kamarnya. “ ada apa mah?” tanya Tiara.
“ ini ada surat untuk kamu, dari Ridwan !” tutur Ibunya.
Tiara kaget...
“ Apa bu, dari Ridwan ??”
“ Iya dari Ridwan, sudah baca dulu saja suratnya siapa tau ada sesuatu yang penting !!” Tutur Ibunya.
“ terimakasih bu.” Tutur Tiara.
Dalam surat ini Ridwan menulis sebuah tulisan yaitu yang berisi :
To : Tiara orang yang aku sayang
“ Tiara maaf sebelumnya aku tidak menemui kamu sebelum aku pindah rumah dan belakangan ini aku mulai menjauhi kamu, aku nggak mau mengganggu hubungan kamu sama Putra, aku ingin melihat kamu bahagia bersama dia. Sebenarnya aku mengetahui saat kamu mencari-cari aku.”
Jujur hati ini hancur berkeping-keping saat aku tau kamu bersamanya, jujur aku menyayangimu lebih dari seorang teman. Aku mencintaimu semenjak kamu masuk SMP. Tetapi, aku tidak berani untuk mengungkapkannya apalagi semenjak kita dekat hati ini sangat-sangat bahagia.
Hanya satu pesan yang aku titipkan untuk kamu, terus tersenyum meski hati kita tersakiti, dan semoga saja hubungan kamu bersama Putra dapat berjalan lama. Amienn, I Always Love You Tiara.
Tiara meneteskan air matanya setelah membaca surat dari Ridwan. Tiara bingung apa yang harus ia lakukan setelah ia mengetahui bahwa Ridwan sudah meninggalkan dia.
Sinar pagipun sudah mulai memancarkan cahayanya, Tiara berdiri dibawah pohon yang penuh dengan ukiran huruf-huruf, ia berdiri ibarat sebuah patung, matanya tidak berkedip memandang kearah ukiran huruf-huruf itu. Didalam pikirnya hanya memikirkan “Bagaimana keadaan Ridwan, mengapa aku selalu memikirkan Ridwan. Apakah aku benar-benar mencintainya ?” Tanya Tiara dalam hatinya.
Beberapa bulan kemudian, Tiara mengambil surat kelulusannya disekolah. Dia terus berdiri didepan pekarangan sekolahnya, ia meningat masa-masa saat bertemu Ridwan pertama kalinya. “ Aku rindu kamu Ridwan.” Tutur Tiara. Tiba-tiba ia mendengar suara langkah kaki, dengan terburu-burunya Tiara membalikan badannya.
“Ridwan..”
“Tiara...”
Mereka berhadap-hadapan, tanpa mengatakan sesuatu namun tatapan mata mereka mencerminkan hati yang mengandung kegirangan yang meluap-luap.
“ kamu tega meninggalkan aku Ridwan.” Tutur Tiara.
“ Bukannya aku tega Tiara, aku hanya ingin melihat kamu bahagia bersama Putra, dan aku nggak mau hati ini terus-terusan merasakan sakit, serta aku juga harus ikut pindah bersama orangtuaku.” Jawab Ridwan
“ Maafkan aku Ridwan, aku tidak bermaksud melukai perasaan kamu.”
“ Ia tidak apa-apa Tiara.” Jawab Ridwan
“ Tetapi Ridwan.”
“ Tetapi apa Tiara?” tanya Ridwan.
“ Aku menyayangi dan mencintai kamu?” Jawab Tiara.
“ tetapi bagaimana hubungan kamu dengan Putra?” Tanya Ridwan.
“ Entahlah, aku bingung !” jawab Tiara.
Tiba-tiba suara langkah kaki mendekati mereka berdua, dan ternyata dia adalah Putra. Putra marah dan menatap Tiara dengan mata yang sangat tajam, Tiara bingung apa yang harus ia lakukan. Tiba-tiba Putra mengeluarkan satu pertanyaan yang sulit untuk dijawab Tiara.
Udara sore berhembus semilir lembut,terasa sejuk membelai kulit.Kira-kira menunjukan pukul 16.45 WIB. Seorang gadis yang manis dan lugu sedang berjalan didepan rumahnya itu. Tiba-tiba seorang pria tampan memakai kendaraan sepeda motor mengikuti sepanjang jalannya dengan pelan-pelan, sementara berpasang-pasang mata tampak mengarahkan pandangannya kearah gadis manis itu.
Tiara, itulah nama gadis berwajah manis dan lugu itu. Entah kenapa dia seakan-akan menjadi pusat perhatian para pria. Tiara bermaksud untuk pergi kerumah temannya, tiba-tiba seorang pria itu menghentikan langkah Tiara.
“Haii...!” Tiara terkejut, dan menatap pada pria itu. Pada saat itu, ternyata pria itu juga menatap kearah Tiara. Mereka saling menatap.
Sesaat keduanya terdiam, hanya
mata mereka saja yang saling pandang. Namun itupun tidak berlangsung
lama, karena Tiara perlahan-lahan menundukkan kepalanya. Seakan tidak
ingin berlama-lama saling beradu pandang dengan pria itu.
“Kamu...Kamu tinggal disini ?” Tanya pria itu.
“Iya...Memangnya kenapa ?” Jawab Tiara.
“Tidak..Bolehkah aku mengetahui namamu ?” Tanya pria itu.
“Boleh,” Jawab Tiara. “ Namaku Tiara.”
“Dan namaku Putra.” Dengan cepat pemuda itu memperkenalkan namanya. Setelah mereka berkenalan Putra bergegas untuk pulang, dia tersenyum-senyum karena dia tidak menduga akan bertemu dengan Tiara. Hatinya sangat girang dan gembira.
“Kamu...Kamu tinggal disini ?” Tanya pria itu.
“Iya...Memangnya kenapa ?” Jawab Tiara.
“Tidak..Bolehkah aku mengetahui namamu ?” Tanya pria itu.
“Boleh,” Jawab Tiara. “ Namaku Tiara.”
“Dan namaku Putra.” Dengan cepat pemuda itu memperkenalkan namanya. Setelah mereka berkenalan Putra bergegas untuk pulang, dia tersenyum-senyum karena dia tidak menduga akan bertemu dengan Tiara. Hatinya sangat girang dan gembira.
Dua
minggu kemudian secara tidak sengaja kakak nya Tiara ngekos di daerah
tempat tinggalnya Putra. Tak disangka dan tak diduga Tiara dan Putrapun
dipertemukan kembali.
“Putra: Haii Tiara....!!! sedang apa diri mu disini ??? Tanya Putra.
“Tiara: Haii juga Putra!!enggak,lagi nganter kakak pindahan kesini.” Jawab Tiara.
“Putra: Wahh Putra bisa ketemu terus dong sama Tiara!!” Tanya Putra.
“Tiara: Emmmmzz... Ya gitu deh.” Jawab Tiara
Tiara dan Ibunya sedang duduk diruangan tamu, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Kakaknya pun bergegas menuju keruang tamu untuk membukakan pintu.
“Siapa?” Tanya kakaknya Tiara setelah membukakan pintu.
“Saya Putra ka temannya Tiara..” Jawab Putra.
“Oh... silahkan masuk.” Kakaknya Tiara mempersilahkan Putra masuk kedalam ruangan tamu untuk bertemu dengan Tiara.
“ Selamat malam bu, saya Putra temannya Tiara. Saya ingin bertemu dengan Tiara.”
“ Ya,silahkan duduk.” Jawab Ibunya Tiara. Ibunya Tiara pun bergegas untuk pergi kebelakang,karena tidak ingin mengganggu anak gadisnya itu yang baru saja pertama kalinya dekat dengan seorang pria.
“Putra : Hai Tiara?”
“Tiara “ Hai juga Putra?”
“Putra: Haii Tiara....!!! sedang apa diri mu disini ??? Tanya Putra.
“Tiara: Haii juga Putra!!enggak,lagi nganter kakak pindahan kesini.” Jawab Tiara.
“Putra: Wahh Putra bisa ketemu terus dong sama Tiara!!” Tanya Putra.
“Tiara: Emmmmzz... Ya gitu deh.” Jawab Tiara
Tiara dan Ibunya sedang duduk diruangan tamu, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Kakaknya pun bergegas menuju keruang tamu untuk membukakan pintu.
“Siapa?” Tanya kakaknya Tiara setelah membukakan pintu.
“Saya Putra ka temannya Tiara..” Jawab Putra.
“Oh... silahkan masuk.” Kakaknya Tiara mempersilahkan Putra masuk kedalam ruangan tamu untuk bertemu dengan Tiara.
“ Selamat malam bu, saya Putra temannya Tiara. Saya ingin bertemu dengan Tiara.”
“ Ya,silahkan duduk.” Jawab Ibunya Tiara. Ibunya Tiara pun bergegas untuk pergi kebelakang,karena tidak ingin mengganggu anak gadisnya itu yang baru saja pertama kalinya dekat dengan seorang pria.
“Putra : Hai Tiara?”
“Tiara “ Hai juga Putra?”
Mereka berdua pun
berbincang-bincang hingga malam. Putra pun pulang dari rumah Tiara.
Tiara menceritakan awal pertemuannya dengan Putra kepada Ibunya dan
Tiara sudah mulai menyukai Putra.
Dua bulan berlalu setelah perkenalan Tiara dan Putra. Putra mengatakan cintanya pada Tiara bahwa Putra menyayangi dan mencintainya sejak pertama bertemu.Tiara pun menerima Putra sebagai Kekasihnya. Akhirnya mereka pun jadian !!!
Dua bulan berlalu setelah perkenalan Tiara dan Putra. Putra mengatakan cintanya pada Tiara bahwa Putra menyayangi dan mencintainya sejak pertama bertemu.Tiara pun menerima Putra sebagai Kekasihnya. Akhirnya mereka pun jadian !!!
Lima bulan berlalu Tiara dan Putra melewati hari-harinya bersama penuh dengan warna. Putra adalah pria yang sangat-sangat menyayangi Tiara, menjaga Tiara, dan pria yang penuh keromantisan. Tetapi semuanya berubah, Putra sudah mulai menghianati cintanya Tiara dengan yang lain, Ia berselingkuh dengan teman dekatnya Tiara.Hubungan mereka pun kini mulai tak seindah dulu lagi,hingga akhirnya mereka berpisah.
Tiga minggu berlalu setelah Tiara berpisah dengan Putra,Tiara sudah memasuki SMP kelas 3. Saat Tiara berdiam diri dipekarangan sekolah sepasang matanya menatap kearah pohon, dimana tampak terdapat goresan yang menghiasi pohon itu. Goresan-goresan yang dibuat dengan cara menyayat kulit batang pohon itu, dan tiba-tiba ada pria yang menghampiri Tiara.
“Pohon yang malang dan patut dikasihani,” desah Tiara sambil menghela napas panjang.
“Kenapa kamu mengatakan pohon ini patut untuk dikasihani?” Tanya pria itu.
“Mereka terlalu sadis mengukir dipohon ini.”
“Tidak, jika menurut pendapatku !!” Jawab Pria itu.
“Tentu, karena kamu tidak mengetahui penderitaan pohon ini.”
“Ada kalanya, penderitaan itu sangat berharga.” Pria itu menepuk-nepuk pohon itu. “Ini hanya pohon biasa, namun ukiran huruf-huruf itu akan kekal abadi selama-lamanya.” Pria itu menoleh kearah Tiara seraya kembali berkata, “Bukankah suatu kenangan sangat sulit untuk dilupakan?” Pria itu tersenyum.
Tiara tersenyum dengan wajah muram. “Kamu tidak mengetahui apa yang aku rasakan saat ini, kamu juga tidak mengetahui sakit dan pahitnya rasa ini.” Tutur Tiara. “Aku memang tidak mengetahuinya tetapi aku dapat merasakan rasa sakit yang kamu alami sekarang ini.” Tutur Pria itu.
Tiara merasa tingkah laku dan sifat pria ini berbeda dengan pemuda yang lain, gerak geriknya halus dan sopan.
“Namamu siapa dan kelas 9 apa?” tanya Tiara.
“Namaku Ridwan,, aku kelas 9E .”
“ oohh,,darimana kamu mengetahui namaku?” tanya Tiara.
“ Siapa siihh yang enggak kenal kamu, banyak orang yang mengagumimu Tiara. Tetapi sayang sinar dan keceriaan diwajahmu kini sudah tiada, kamu telalu terpuruk oleh masa lalu kamu bangkit Tiara !!” tutur Ridwan.
“Terimakasih Ridwan.” Jawab Tiara. Tiara dan Ridwan pun pergi dari pekarangan sekolah itu. Dari perkenalan itu Tiara dan Ridwan pun menjadi seorang teman, mereka akrab dan kegembiraan pada raut wajah Tiara sudah mulai kembali. Tiara menjadi gadis yang ceria lagi seolah-olah dia sudah melupakan sakit yang ia rasakan selama ini. “ Terimakasih ya Ridwan.” Tutur Tiara.
“ Terimakasih buat apa?” Tanya Ridwan.
“ Ya, karena kamu sudah mau menjadi teman aku dan kamu juga sudah dapat mengembalikan lagi senyum aku. Tanpa kamu mungkin aku tidak akan menemukan kegembiraan lagi.” Tutur Tiara.
“ ohh..Sama-sama Tiara. Aku senang berteman dengan kamu. Bukankah kamu telah menemukan kegembiraanmu? Kamu akan berteman dengan yang lainnya, maka kegembiraan hatimu juga akan bertambah.” Tutur Ridwan.
Tiara mendengar terus apa yang sedang dikatakan Ridwan, hatinya terus terhibur dan tenang. Tiara sadar bahwa didunia ini tiada jalan buntu jika ingin bertekad bulat berjalan terus dengan setulus hati.
Ketika Tiara sudah mulai dekat dan menyayangi Ridwan begitupun perasaan Ridwan kepada Tiara, Putra menghubungi Tiara kembali dan mengajaknya untuk kembali lagi bersama Putra. Putra meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kehilafan dia selama ini, namun Tiara bingung dengan perasaannya. Ia masih mencintai Putra yaitu Cinta Pertamanya sedangkan disisi lain dia juga mencintai Ridwan yang sudah membuat hari-hari Tiara kembali lagi menjadi hari-hari yang cerah dan penuh warna. Akhirnya Tiarapun memutuskan untuk menerima Putra kembali menjadi kekasihnya.
“ Terimakasih Tiara kamu sudah mau menerima aku sebagai kekasihmu lagi, aku janji aku nggak akan mengulangi lagi kesalahan terbesar aku ini, aku janji Tiara.” Tutur Putra. “ Iya,,aku nggak butuh janji kamu aku hanya butuh bukti kamu Put.” Jawab Tiara. “Pasti akan aku buktikan.” Jawab Putra.
Setelah Tiara dan Putra kembali lagi, Ridwan sudah mulai menjauhi Tiara. Hati ridwan sangat-sangat pedih dan hancur berkeping-keping melihat mereka bersama.
Bel waktu pulang sekolah telah berbunyi, para siswa itu pun mulai meninggalkan ruangan kelas. Tiara berjalan keluar dari dalam kelas, ia seperti orang kebingungan dengan apa yang ia ambil dari keputusannya itu, ia tidak pernah melihat lagi Ridwan disekolah. “ Kemana Ridwan ?” Tanyanya dalam hati. Tiara pun pulang kerumah dan mengganti pakaiannya didalam kamar.
“toook...tokkk..tokk.” suara ketukan pintu kamar Tiara. Ibunya memanggil. “ Tiara, buka pintunya sayang!!”
“ Iya mah, sebentar.” Jawab Tiara. Tiara membukakan pintu kamarnya. “ ada apa mah?” tanya Tiara.
“ ini ada surat untuk kamu, dari Ridwan !” tutur Ibunya.
Tiara kaget...
“ Apa bu, dari Ridwan ??”
“ Iya dari Ridwan, sudah baca dulu saja suratnya siapa tau ada sesuatu yang penting !!” Tutur Ibunya.
“ terimakasih bu.” Tutur Tiara.
Dalam surat ini Ridwan menulis sebuah tulisan yaitu yang berisi :
To : Tiara orang yang aku sayang
“ Tiara maaf sebelumnya aku tidak menemui kamu sebelum aku pindah rumah dan belakangan ini aku mulai menjauhi kamu, aku nggak mau mengganggu hubungan kamu sama Putra, aku ingin melihat kamu bahagia bersama dia. Sebenarnya aku mengetahui saat kamu mencari-cari aku.”
Jujur hati ini hancur berkeping-keping saat aku tau kamu bersamanya, jujur aku menyayangimu lebih dari seorang teman. Aku mencintaimu semenjak kamu masuk SMP. Tetapi, aku tidak berani untuk mengungkapkannya apalagi semenjak kita dekat hati ini sangat-sangat bahagia.
Hanya satu pesan yang aku titipkan untuk kamu, terus tersenyum meski hati kita tersakiti, dan semoga saja hubungan kamu bersama Putra dapat berjalan lama. Amienn, I Always Love You Tiara.
Tiara meneteskan air matanya setelah membaca surat dari Ridwan. Tiara bingung apa yang harus ia lakukan setelah ia mengetahui bahwa Ridwan sudah meninggalkan dia.
Sinar pagipun sudah mulai memancarkan cahayanya, Tiara berdiri dibawah pohon yang penuh dengan ukiran huruf-huruf, ia berdiri ibarat sebuah patung, matanya tidak berkedip memandang kearah ukiran huruf-huruf itu. Didalam pikirnya hanya memikirkan “Bagaimana keadaan Ridwan, mengapa aku selalu memikirkan Ridwan. Apakah aku benar-benar mencintainya ?” Tanya Tiara dalam hatinya.
Beberapa bulan kemudian, Tiara mengambil surat kelulusannya disekolah. Dia terus berdiri didepan pekarangan sekolahnya, ia meningat masa-masa saat bertemu Ridwan pertama kalinya. “ Aku rindu kamu Ridwan.” Tutur Tiara. Tiba-tiba ia mendengar suara langkah kaki, dengan terburu-burunya Tiara membalikan badannya.
“Ridwan..”
“Tiara...”
Mereka berhadap-hadapan, tanpa mengatakan sesuatu namun tatapan mata mereka mencerminkan hati yang mengandung kegirangan yang meluap-luap.
“ kamu tega meninggalkan aku Ridwan.” Tutur Tiara.
“ Bukannya aku tega Tiara, aku hanya ingin melihat kamu bahagia bersama Putra, dan aku nggak mau hati ini terus-terusan merasakan sakit, serta aku juga harus ikut pindah bersama orangtuaku.” Jawab Ridwan
“ Maafkan aku Ridwan, aku tidak bermaksud melukai perasaan kamu.”
“ Ia tidak apa-apa Tiara.” Jawab Ridwan
“ Tetapi Ridwan.”
“ Tetapi apa Tiara?” tanya Ridwan.
“ Aku menyayangi dan mencintai kamu?” Jawab Tiara.
“ tetapi bagaimana hubungan kamu dengan Putra?” Tanya Ridwan.
“ Entahlah, aku bingung !” jawab Tiara.
Tiba-tiba suara langkah kaki mendekati mereka berdua, dan ternyata dia adalah Putra. Putra marah dan menatap Tiara dengan mata yang sangat tajam, Tiara bingung apa yang harus ia lakukan. Tiba-tiba Putra mengeluarkan satu pertanyaan yang sulit untuk dijawab Tiara.
“
Tiara siapa yang mau kamu pilih untuk menjadi kekasih kamu,,aku sudah
mendengar semua pembicaraan kamu bersama Ridwan.?” Tanya Putra.
Tiara hanya terdiam membisu,
Tiara bingung mau menjawab apa. Tiara mencintai kedua pria ini, tetapi
dalam sisi lain Tiara juga tidak mungkin memilih salah satunya. Apabila
ada salah satu seorang pria yang ia pilih untuk menjadi kekasihnya ia
akan menyakiti salah satu perasaan pria itu. Tiara pun memutuskan untuk
tidak memilih salah satu dari mereka berdua untuk menjadi kekasihnya
walaupun Tiara mencintai dan menyayangi mereka berdua. “ maaf Putra kita
harus mengakhiri hubungan ini, dan kamu Ridwan aku juga tidak mungkin
memilih kamu untuk menjadi kekasihku. Lebih baik kita semua berteman,
aku tidak mau ada seseorang dari kalian berdua yang merasakan sakit.
Terimakasih untuk semua kasih sayang dan kebaikan yang kalian berikan
selama ini untukku.” Tutur Tiara.
“ Baiklah Tiara.” Ujar Ridwan dan Putra.
“ Baiklah Tiara.” Ujar Ridwan dan Putra.
putus cinta itu sangat menyedihkan :(
Sungguh….. bukanlah akhir yg mudah untuk dilalui.
Setiap
orang pasti pernah dan akan merasakan kehilangan ataupun ditinggalkan
oleh orang tersayang. Entah dengan cara apapun itu, pasti rasanya akan
sangat menyakitkan!! Membuat galau dan luka yg mendalam di hati.
Bicara tentang cinta, emank gak pernah ada habisnya.
cinta..
Sungguh
sulit untuk dimengerti. Penuh dg canda, tawa, marah, tangis & juga
air mata. Cinta itu membahagiakan, tp ada kalanya cinta itu menyakitkan.
Terutama bila kita harus kehilangannya.
Mungkin…
saat kita putus cinta, kita akan menangis meraung2, mengurung diri
selama beberapa waktu & tenggelam dalam kesedihan sambil mengutuk
orang yang telah mematahkan hati kita. Tapi, setelah itu semua berlalu..
setelah kita merasa siap untuk memulai hari, kita bisa tersenyum lagi,
dan bahkan mungkin saja kita bisa kembali menyapa orang itu tanpa rasa
kebencian.
Akan tetapi….
Bagaimana bila kita harus kehilangan seseorang, cinta..untuk selamanya, tanpa kita bisa berjumpa lagi dengannya??!
Bila
kita tak bisa ada bersamanya didetik2 terakhir dalam hidupnya… Terlebih
lagi bila kita bahkan tak tahu bahwa orang yang kita cintai itu selama
ini menutupi penyakitnya itu, dan baru mengetahuinya setelah ia tiada.
“Sungguh, menyayat hati…!!”
Itu lah yang sedang dialami oleh salah seorang sahabatku. Bukan hanya sekali, tapi ini sudah ketiga kalinya dalam hidupnya.
*terjadi secara berurutan*
Untuk pertama kalinya ia mengalami hal ini, ia masih bisa bersabar. Meskipun itu sangat berat, tapi ia mencoba tuk bertahan.
Kedua
kalinya.. ia mulai bertanya, “Tuhan, mengapa ini semua terjadi padaku?
Harus kah ini ku alami lagi?!”. Tapi dengan ketabahan dan dukungan dari
lingkungan sekitarnya, ia pun akhirnya kembali bangkit. Meskipun dalam
hati kecilnya terbesit ketakutan akan kehilangan cinta dengan cara yang
sama lagi, namun ia tetap bertahan. Kembali mencoba tuk memulai hidup
baru.
Akan
tetapi…. kini, untuk ketiga kalinya. Ia kembali harus dihadapkan pada
situasi yang sama!! Ia bahkan tak sanggup tuk berkata-kata lagi. Habis
sudah rasanya, lenyap tak bersisa raganya. Pikirannya pun mulai melayang
tak tentu ada di mana. Ia sedih, marah, dan kecewa. “Mengapa ini harus
terjadi lagi?! Apakah salahku, hingga Tuhan menghukumku sedemikian rupa.
Tak cukup kah 2 kejadian sebelumya!!”, kata-kata itu pun keluar dari
mulutnya.
Hancur..
itu pasti. Ia merasa tak sanggup tuk bangkit lagi. Ia pun takut tuk
menjalin hubungan lagi, termasuk dengan diriku..sahabatnya yang telah ia
kenal sekian tahun! Ia bahkan berkata, “Apa sebaiknya kita menjaga
jarak, karena aku nggak mau kehilangan satu orang yang kusayangi
lagi!!”.
Ya, Tuhan….
Detik
itu juga aku merasa kecewa atas kata-katanya. Namun seketika itu pula
aku tersadar… betapa besar rasa sayang yang ia miliki untukku. Bersyukur
aku telah mengenal dan memilikinya sebagai seorang sahabat.
Kini,
tugasku lah untuk menenangkan hatinya, membuatnya bangkit dari
keterpurukan. meskipun mungkin tak banyak yang dapat kulakukan, tapi aku
akan berusaha untuk selalu ada disampingnya.
Sahabat…
Di
mana pun kau berada, ingatlah…aku kan selalu ada untukmu. Kapanpun itu
juga! dan, (mgkn terdengar klise).. tapi percayalah, Allah tak kan
mungkin memberikan cobaan melebihi kemampuan umatnya..
Itulah tadi contoh cerita sedih. Semoga anda bisa mengambil nilai positif dari cerita tersebut!
hantu itu........
Masyarakat Indonesia pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah kuntilanak, sebuah gambaran dari hantu perempuan yang mempunyai rambut panjang dan bergaun putih telah melekat di benak setiap masyarakat Indonesia. Hantu kuntilanak menjadi sebuah misteri yang telah terlanjur mengakar kuat di kalangan masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai mistis.
Bahkan tidak sedikit juga yang pernah melihat penampakan kuntilanak sebagai hantu perempuan yang membawa bayi, karena diyakini kuntilanak tersebut merupakan arwah dari perempuan yang sedang hamil dan meninggal dunia dan arwahnya gentayangan. Jika kita pikir lagi sebagai manusia yang percaya akan adanya Tuhan, sebenarnya manusia yang telah mati arwahnya akan kembali ke penciptanya sehingga tidak ada istilah arwah yang gentayangan.
Terus apa sebenarnya kuntilanak atau hantu-hantu yang lain jika bukan arwah orang yang meninggal dalam keadaan gentayangan? Dan apakah ada penelitian yang telah dilakukan dan bisa membuktikan tentang keberadaan hantu-hantu tersebut.
Memang sulit membuktikan keberadaan hantu kuntilanak secara ilmiah, dari mana dia berasal dan dalam rangka apa dia menampakkan diri. Pikiran kita telah banyak mendapatkan pembodohan secara turun temurun dari generasi ke generasi sehingga menganggap suatu kebodohan tersebut adalah sebuah kebenaran.
Hal-hal yang ada di masyarakat dan kita lakukan di luar rasional di antaranya seperti perlakuan terhadap wanita hamil yang meninggal mendapatkan perlakuan khusus pada saat pemakamannya. Hal tersebut bertujuan untuk menanggulangi agar arwah wanita hamil tersebut setelah meninggal tidak gentayangan dan menjadi hantu kuntilanak.
Penancapan paku diubun-ubun mayat wanita hamil dipercaya dapat mengikat arwahnya sehingga tenang dan tidak gentayangan. Dan jika ada hantu kuntilanak yang gentayangan maka kita tinggal menancapkan paku kuntilanak di ubun-ubunnya dan kuntilanak tersebut akan berubah menjadi wanita cantik dan bisa dinikahi, dan dipercaya jika ada yang berani menikahi kuntilanak maka orang tersebut akan sukses dalam kehidupannya didunia.
Anggapan di atas merupakan sebuah kekeliruan yang besar, mitos ataupun cerita yang tidak ada dasarnya tersebut telah terlanjur menjadi hukum yang diyakini kebenarannya. Padahal hal tersebut merupakan sebuah perilaku syirik dan tidak ada dasar hukumnya.
Jika kita seorang muslim kita bisa mengembalikan hal ini kepada dasar hukum kita sebagai seorang muslim. Dalam Al-Quran ataupun Al-Hadist sebagai pegangan seorang muslim tidak pernah disinggung mengenai adanya hantu kuntilanak. Tapi di sana disebutkan bahwa ada kehidupan lain selain manusia yang ada di dunia ini, dua kehidupan tersebut berlainan dimensinya sehingga satu sama lain tidak akan bisa saling berhubungan.
Jin adalah penghuni dimensi lain tersebut, jin pun juga sama seperti manusia ada yang baik dan ada pula yang jahat. Jin yang jahat biasanya dia akan berusaha mengganggu manusia. Jin yang sudah berilmu tinggi akan mampu merubah bentuk sesuai yang diinginkan dan akan mampu menampakkan dirinya sehingga dapat dilihat oleh manusia.
Seperti hantu kuntilanak dan hantu-hantu lain yang merupakan usaha dari jin jahat untuk mengelabui manusia sehingga manusia akan melakukan tindakan-tindakan bodoh yang di luar rasional.
Itulah Cerita Hantu yang saya posting kali ini.
persahabatan kita
Satu
demi satu, motor yang terparkir di garasi samping rumah aku keluarkan
ke teras depan. Memang hari masih pagi, teman-teman yang lain masih
tertidur dengan pulasnya. Kecuali Rama yang semenjak shubuh tadi pergi
untuk mengantar koran, dia memang nyambi kerja sebagai loper koran. Jam
di dinding masih menjukkan pukul enam kurang lima belas menit. Tak
mengherankan memang, tadi malam kita begadangan sampai adzan shubuh
terdengar. Entah mengapa, tiba-tiba kami berkeinginan untuk sekedar
berbagi cerita. Sesuatu yang sudah mulai jarang kita lakukan. Terutama
ketika berbagai macam praktikum dan laporan sudah mulai menerjang tanpa
henti. Memang berbagi cerita menjadi hal yang sering kami lakukan ketika
memasuki masa awal-awal kuliah.
Kami
tinggal berenam di rumah kontrakan ini. Aku dan tiga temanku, Ahmad,
Dzakir dan Rifai, memang sudah sahabat lama. Kami berteman semenjak
masih duduk di bangku SMA. Sedangkan satu orang yang lain, Ivan, adalah
teman kuliahku satu angkatan dan satunya lagi, Rama, teman kuliah dari
Dzakir. Rama dan Ivan sebenarnya kami ajak tinggal di kontrakan ini
hanya untuk memenuhi kuota dan memperingan biaya urunan kontrakan.
Lumayan, kami mengontrak rumah mungil dengan tiga kamar ini empat juta
pertahunnya. Kami sudah terhitung satu tahun lewat delapan bulan tinggal
di rumah ini.
Pertama
kali memang hubungan antara kami berempat dengan Ivan dan Rama kurang
begitu dekat. Namun seiring berjalannya waktu, mereka berdua pun
akhirnya bisa dekat dengan kami berempat. Semenjak itulah, kami berenam
suka berbagi cerita.
Kami
berenam kebetulan sama-sama kuliah di UGM. Aku dan Ivan kebetulan
kuliah di Jurusan Ilmu Komputer, Fakultas MIPA. Dzakir dan Rama kuliah
di Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian. Sedangkan Ahmad kuliah di
Fakultas Filsafat dan Rifai kuliah di Fakultas Hukum.
**
Tadi
malam sebenarnya kejadian tersebut berlangsung mengalir. Berawal dari
aku dan Ivan nonton bareng pertandingan sepakbola Liga Inggris antara
Chelsea lawan Manchester United. Kebetulan aku penggemar berat Chelsea,
sedangkan Ivan penggemar berat Manchester United. Agar suasana nonton
jadi lebih seru, kami bertaruh kecil-kecilan. Yang menang dapat jatah
dipijat oleh yang kalah. Seusai nonton, kami berdua memasak mie, yang
ternyata diikuti oleh yang lainnya, kecuali oleh Rama. Memang selama
beberapa hari ini, Rama terlihat murung dan suka menyendiri. Beberapa
kali kami secara bergantian bertanya, namun tak satupun jawaban kami
dapat.
Acara
makan mie bersama akhirnya berlanjut menjadi acara curhat bersama.
Mulai dari praktikum yang gagal, dosen yang galak, makanan di kantin
kampus yang semakin hari semakin mahal, sampai kisah cinta Ivan yang
selalu kandas sebelum sempat “proklamasi”.
Selama
kami curhat, Rama memilih untuk tiduran di kamarnya. Tak bergabung
dengan kami. Sampai akhirnya, Dzakir yang sekamar dengan Rama, lebih
memilih tidur di karpet ruang tengah.
**
Sesuai
kesepakatan tadi malam, hari ini kami berencana untuk jalan-jalan
bersama ke pantai. Meskipun hari minggu, kami kesulitan untuk bisa
menghabiskan hari bersama seperti ini. Kami berenam, memang punya
aktifitas lain di luar kuliah. Aku, Rama, Dzakir dan Rifai memilih untuk
aktif di lembaga intra kampus. Sedangkan Ivan dan Ahmad memilih aktif
di lembaga ekstra kampus. Rencana dadakan jalan-jalan ke pantai hari ini
saja, membuat kami harus menunda agenda masing-masing. Hari ini saja,
aku sudah berjanji dengan teman-teman BEM untuk memperbaiki majalah
dinding. Tak apalah, sekali-sekali kita perlu untuk sekedar menyenangkan
diri sendiri.
Akhirnya
pada pukul sepuluh kurang lima menit, kami berangkat menuju pantai
Depok. Pantai Depok terletak di sebelah barat Pantai Parangtritis. Di
Pantai Depok juga terdapat Tempat Pelelangan Ikan. Sempat kami mengajak
Rama ikut serta, tetapi ia enggan untuk ikut. Rama lebih memilih tinggal
di kontrakan. “Biar saya di sini saja, jaga kontrakan. Khawatir kalau
ada apa-apa”, jawabnya. Dengan tiga motor kami berangkat bersama-sama.
Memang,
keluarga Rama termasuk keluarga kurang mampu. Rama bisa kuliah di UGM
juga karena beasiswa. Uang kirimannya sangat terbatas, bahkan untuk
makan sehari-hari saja kurang. Membeli buku adalah sesuatu yang sangat
istimewa baginya. Untunglah, Ivan yang orang tuanya relatif berada,
mempunyai sepeda onthel yang jarang ia pakai. Sepeda tersebut akhirnya
ia berikan pada Rama, karena Ivan sendiri juga membawa motor. Bagi Rama,
sepeda sudah lebih dari cukup. Dengan mempunyai sepeda, ia tak perlu
mengeluarkan biaya transport ke kampus. Semenjak mengetahui kondisi
keluarganya, kami tak pernah lagi meminta Rama untuk ikut urunan biaya
listrik dan air bulanan.
**
Sekitar
pukul setengah dua belas, kami sampai di Pantai Depok. Hari ini sangat
cerah. Hari ini pantai ini terlihat sangat penuh. Kami memutuskan untuk
duduk-duduk terlebih dahulu di sisi barat pantai. Kurang lebih selama
satu jam kami bermain-main layaknya anak kecil. Bodoh amat dengan
komentar orang, yang penting hari ini memang kami gunakan untuk
bersenang-senang.
Setelah
kelelahan, kami memilih untuk memesan makanan di salah satu warung.
Sembari makan, kami membicarakan tentang apa yang terjadi tentang Rama.
Jujur saja, aku sendiri merasa risih dan kurang nyaman dengan sikap Rama
akhir-akhir ini. Ternyata apa yang kurasakan tak jauh berbeda dengan
apa yang dirasakan oleh teman-teman yang lain.
“Beberapa
hari yang lalu, sebelum tidur, aku pernah coba tanya pada Rama. Kamu
kenapa? Kok kelihatannya murung dan agak pucat?”, ucap Dzakir. “Dia
hanya menjawab. Nggak papa kok. Paling-paling cuma maag-ku lagi kumat.
Sudahlah gak usah dipikirin. Ntar paling sembuh-sembuh sendiri. Udah ah,
aku ngantuk banget.”, lanjut Dzakir.
“Aku
juga pernah tanya. Tapi yang gitu itu. Dia nggak ngomong apa-apa.
Ditanya baik-baik, eh … dia malah mlengos. Kalau bukan temen sendiri
udah aku damprat.”, tambah Ivan.
“Kelihatannya
dia punya masalah. Tapi nggak mau ngomong ke kita. Mungkin dia minder
atau sudah merasa nggak enak dulu sama kita. Kan semenjak kita tahu
kondisi keuangannya, kita nggak pernah minta ke dia uang urunan listrik
dan air.”, komentar Ahmad.
“Ya
nggak bisa gitu, dong. Temen, ya temen. Kita kan sudah seperti keluarga
sendiri. Kalau ada masalah, ya ngomong. Siapa tahu kita bisa bantu.
Kayak sama orang lain saja.”, keluh Rifai. “Aku dulu pas waktu nabrak
Reta, kan juga ngomong sama kalian. Akhirnya kita urunan untuk biaya
rumah sakit Reta.”, tambah Rifai.
“Iya.
Tapi kamu untung, kita-kita yang buntung. Kamu yang nabrak orang, kita
yang ikutan kena getahnya. Udah gitu, yang ditabrak malah kamu jadiin
pacar. Mrongos kita…”, timpal Dzakir. Kami pun tertawa.
Memang
pernah pada suatu ketika. Rifai menabrak seorang gadis yang sedang
menyeberang. Walau pelan, namun tak ayal membuat gadis tersebut
tangannya patah. Karena waktu itu dalam kondisi mendesak, kami akhirnya
memutuskan untuk urunan menutupi biaya operasi gadis tersebut.
Sampai-sampai pada waktu itu Rama merelakan sebagian besar uang jatah
bulanan dari beasiswanya. Memang gadis yang ditabrak Rifai wajahnya
cukup manis bagi kebanyakan orang. Dengan alasan agar terlihat
bertanggung jawab, Rifai sering menengok gadis yang ditabraknya itu.
Gadis itu ternyata karyawati baru Fakultas MIPA dan bernama Reta. Karena
sering bertemu, lama kelamaan mereka berdua pun jadian. Kata orang, itu
sengsara membawa nikmat.
Pembicaraan
kami mengenai Rama pun berlanjut. Sampai akhirnya kami sepakat, malam
nanti kami akan menyidangnya beramai-ramai. Terlihat kasar memang, namun
apa boleh buat. Hanya itulah alternatif penyelesaian yang tersisa. Tak
lupa pula, lima kilogram ikan segar kami bawa sebagai oleh-oleh. Tentu
bukan untuk untuk Reta, tetapi untuk Bu Ida, tetangga depan kami
sekaligus pemilik rumah yang kami kontrak. Yang selama ini sudah kami
anggap seperti ibu sendiri.
**
Bu
Ida memang jago masak. Balado ikannya memang dahsyat. Tak terasa dua
piring nasi sudah memenuhi perutku. Teman-teman yang lain juga sampai
kekenyangan. Tinggal Rama saja yang belum mencicipi balado ikan Bu Ida.
Bu Ida hanya senyam-senyum saja melihat kelakuan kami. Kebetulan waktu
itu, Bu Ida mengajak kami makan di rumahnya. Beliau juga sempat
menanyakan, mengapa Rama nggak ikut makan di tempatnya.
Seusai
ngobrol sejenak, kami pun kembali ke kontrakan. Kelihatannya ini adalah
waktu yang tepat untuk melaksanakan rencana kami tadi siang. Memang
pertama kali Rama terlihat malas sekali, namun karena kami memaksa
akhirnya ia mau juga.
“Ma,
kita ini berteman walau nggak begitu lama, tapi juga nggak bisa
dihitung sebentar. Kita ini sudah seperti keluarga. Masalah satu orang,
juga merupakan masalah bagi yang lain. Kita ini saling bantu. Jujur,
kami merasa risih dan nggak nyaman dengan sikapmu akhir-akhir ini. Walau
kamu masih tetap menjalankan tugas piket harian, tapi bukan hanya itu
yang kami minta. Dengan sikpamu selama ini kami merasa semakin nggak
nyaman tinggal di sini. Kayak ada orang lain saja yang tinggal di sini.
Selama beberapa hari ini, kalau kamu pergi juga nggak pernah bilang
kemana, pulang jam berapa. Pulang-pulang juga begitu, masukin sepeda,
trus langsung ke kamar, baca buku, nggak keluar-keluar seharian.
Keesokan harinya juga begitu, sepulang dari loper koran, mandi, trus
plas… ilang entah kemana. Kayak nggak ada orang lain aja di sini.”, buka
Rifai.
“Sebenarnya kamu ini kenapa? Ada masalah? Ngomong aja. Siapa tahu kita bisa bantu.”, tambah Ahmad.
Suasana
berubah menjadi hening sejenak, Rama hanya bisa terdiam dan tertunduk
lesu. Air mata terlihat mulai meleleh di pipinya. Dengan terbata ia
menjawab, “Jujur, aku beberapa hari ini instropeksi diri. Aku merasa
nggak enak dengan kalian. Selama ini aku nggak pernah ikut urunan bayar
listrik dan air. Mungkin bagi kalian nggak papa, tapi aku merasa nggak
enak. Trus kemudian beberapa hari yang lalu aku dapat kabar dari rumah.
Tahun depan kelihatannya aku nggak bisa bayar kontrakan, karena nggak
ada jatah dari orang tuaku. Uang jatah kontrakanku akan dipakai untuk
biaya adikku yang mau masuk SMA. Aku bingung harus cari uang darimana
untuk bayar uang kontrakan. Uang kiriman ditambah honor loper koran
ditambah dengan jatah bulanan dari beasiswaku juga habis untuk makan
sehari-hari. Sedangkan honor dari ngirim tulisan ke koran juga nggak
tentu. Jujur, aku jadi bingung.”
“Ma,
kami semua tahu bagaimana kondisi ekonomi keluargamu. Kami sudah maklum
dengan itu. Kalau memang kamu nggak bisa urunan lagi untuk bayar
kontrakan tahun depan, ya sudah, nggak papa. Santai aja. Kita-kita nggak
keberatan kalau harus menutupi bagianmu. Untuk tahun depan, kamu nggak
bisa urunan nggak papa. Kamu tetap tinggal di sini. Ntar bagianmu biar
aku yang tanggung.”, timpal Ivan.
“Jujur,
Van. Aku makin nggak enak sama kamu. Sepeda yang aku pakai sehari-hari
itu juga punyamu. Trus ini ditambah kamu bayarin jatah kontrakanku. Itu
uang orang tuamu, bukan uangmu.”, elak Rama.
“Ma,
uang itu cuman titipan dari Tuhan. Bukan orang tuaku atau aku yang
punya. Kamu nggak usah merasa nggak enak begitu. Toh semenjak tinggal
serumah dengan kamu aku juga banyak belajar dari kamu. Bagaimana caranya
bisa hidup prihatin dan hidup hemat. Jujur saja, mungkin kalau nggak
kenal kamu, mungkin tabunganku nggak akan pernah sebesar seperti
sekarang ini. Dulu sewaktu aku SMA, aku boros banget. Sehari aku bisa
menghabiskan seratus ribu hanya untuk nongkrong nggak jelas ngapain
dengan teman-temanku. Sekarang uang segitu bisa aku buat hidup selama
tiga-empat hari. Itu juga karena kamu yang ngajari aku. Mana yang
benar-benar kebutuhan, mana yang hanya sekedar keinginan, bagaimana
menentukan skala prioritas. Apa yang aku pelajari dari kamu itu, kalau
diuangkan nggak bakalan bisa keitung. Toh uang kiriman dari ortuku juga
berlebih.”, jawab Ivan.
Pembicaraan
kamipun mengalir, terlihat Rama sudah mulai semakin tenang. Rama yang
ceria sudah mulai terlihat kembali. Bersahabat bukanlah bisnis, yang
bisa dihitung secara matematis, apakah kita untung atau rugi.
Persahabatan takkan pernah bisa dihitung dengan uang. Bersahabat adalah
hubungan antar manusia yang paling tulus, tanpa pamrih. Dengan
sahabatlah kita berbagi suka dan duka, dari sahabatlah kita belajar
tentang kehidupan.
Malam
itu kami berenam melaluinya dengan nonton bareng pertandingan sepakbola
antara Arsenal melawan Tottenham Hotspur, the derby of North London.
Untuk kali ini gantian Ahmad dengan Rifai yang bertaruh. Ahmad
menjagokan Arsenal sedangkan Rifai merupakan penggemar berat Tottenham.
Untuk kali ini, yang kalah bakalan dapat tugas masak untuk sarapan kita
besok pagi.
Itulah tadi cerpen persahabatan yang saya buat kali ini. Nantikan cerpen-cerpen terbaru yang akan saya buat. Terus ikuti perkembangan blog ini. Terima kasih
Sabtu, 14 April 2012
cinta sejati
Cerita ini merupakan kisah nyata seorang tante yang saya temui di Bali,
tetapi detail yang saya sebutkan mungkin tidak sesuai dengan kisah
aslinya. Saya menuliskan apa yang saya tangkap dari yang diceritakan
tante. Sebut saja Ami (bukan nama sebenarnya). Tante Ami bercerita
mengenai pengalaman hidupnya ketika masa kuliah.
Sekitar dua puluh tahun yang lalu, Ami sedang menjalankan semester terakhir dan berusaha menyelesaikan skripsi. Disaat itu pula, 2 minggu yang akan datang, Ami akan dipersunting oleh seorang pria yang bernama Iman (bukan nama sebenarnya).
Ami dan Iman telah berpacaran selama 7 tahun. Iman merupakan teman SD Ami. Mereka telah kenal selama 14 tahun. Masa 7 tahun adalah masa pertemanan, dan kemudian dilanjutkan ke masa pacaran. Mereka bahkan telah bertunangan dan 2 minggu ke depan, Ami dan Iman akan melangsungkan ijab kabul.
Entah mimpi apa semalam, tiba-tiba Ami dikejutkan oleh suatu berita.
Setelah bangun, Ami dihadapkan oleh mayat tunangannya. Ami yang shock berat tak bisa berkata apa-apa. Bahkan tidak ada air mata yang mengalir.
Ketika memandikan jenazahnya, Amit terdiam. Ami memeluk tubuh Iman yang sudah dingin dengan begitu erat dan tak mau melepaskannya hingga akhirnya orang tua Iman mencoba meminta Ami agar tabah menghadapi semua ini.
Setelah dikuburkan, Ami tetap terdiam. Ia berdoa khusyuk di depan kuburan Iman.
Sampai seminggu ke depan, Ami tak punya nafsu makan. Ia hanya makan sedikit. Ia pun tak banyak bicara. Menangis pun tidak. Skripsinya terlantar begitu saja. Orangtua Ami pun semakin cemas melihat sikap anaknya tersebut.
Akhirnya bapaknya Ami memarahi Ami. Sang bapak sengaja menekan anak tersebut supaya ia mengeluarkan air mata. Tentu berat bagi Ami kehilangan orang yang dicintainya, tapi tidak mengeluarkan air mata sama sekali. Rasanya beban Ami belum dikeluarkan.
Setelah dimarahi oleh bapaknya, barulah Ami menangis. Tumpahlah semua kesedihan hatinya. Setidaknya, satu beban telah berkurang.
…tiga bulan kemudian…
Skripsi Ami belum juga kelar. Orangtuanya pun tidak mengharap banyak karena sangat mengerti keadaan Ami. Sepeninggal Iman, Ami masih terus meratapi dan merasa Iman hanya pergi jauh. Nanti juga kembali, pikirnya.
Di dalam wajah sendunya, tiba-tiba ada seorang pria yang tertarik melihat Ami. Satria namanya (bukan nama sebenarnya). Ia tertarik dengan paras Ami yang manis dan pendiam. Satria pun mencoba mencaritahu tentang Ami dan ia mendengar kisah Ami lengkap dari teman-temannya.
Setelah mendapatkan berbagai informasi tentang Ami, ia coba mendekati Ami. Ami yang hatinya sudah beku, tidak peduli akan kehadiran Satria. Beberapa kali ajakan Satria tidak direspon olehnya.
Satria pun pantang menyerah, sampai akhirnya Ami sedikit luluh. Ami pun mengajak Satria ke kuburan Iman. Disana Ami meminta Satria minta ijin kepada Iman untuk berhubungan dengan Ami. Satria yang begitu menyayangi Ami menuruti keinginan perempuan itu. Ia pun berdoa serta minta ijin kepada kuburan Iman.
Masa pacaran Ami dan Satria begitu unik. Setiap ingin pergi berdua, mereka selalu mampir ke kuburan Iman untuk minta ijin dan memberitahu bahwa hari ini mereka akan pergi kemana. Hal itu terus terjadi berulang-ulang. Tampaknya sampai kapanpun posisi Iman di hati Ami tidak ada yang menggeser. Tetapi Satria pun sangat mengerti hal itu dan tetap rela bersanding disisi Ami, walaupun sebagai orang kedua dihati Ami.
Setahun sudah masa pacaran mereka. Skripsi Ami sudah selesai enam bulan yang lalu dan ia lulus dengan nilai baik. Satria pun memutuskan untuk melamar Ami.
Sebelum melamar Ami, Satria mengunjungi kuburan Iman sendirian. Ini sudah menjadi ritual bagi dirinya. Disana ia mengobrol dengan batu nisan tersebut, membacakan yasin, sekaligus minta ijin untuk melamar Ami. Setelah itu Satria pulang, dan malamnya ia melamar Ami.
Ami tentu saja senang. Tapi tetap saja, di hati Ami masih terkenang sosok Iman. Ami menceritakan bagaimana perasaannya ke Satria dan bagaimana posisi Iman dihatinya. Satria menerima semua itu dengan lapang dada. Baginya, Ami adalah prioritas utamanya. Apapun keinginan Ami, ia akan menuruti semua itu, asalkan Ami bahagia.
Ami pun akhirnya menerima lamaran Satria.
…beberapa bulan setelah menikah…
Di rumah yang damai, terpampang foto perkawinan Ami dan Satria. Tak jauh dari foto tersebut, ada foto perkawinan Ami ukuran 4R. Foto perkawinan biasa, namun ada yang janggal. Di foto tersebut terpampang wajah Ami dan Iman.
Ya, Ami yang masih terus mencintai Iman mengganti foto pasangan disebelahnya dengan wajah Iman. Foto itupun terletak tak jauh dari foto perkawinan Satria dan Ami. Sekilas terlihat foto tersebut hasil rekayasa yang dibuat oleh Ami. Namun Satria mengijinkan Ami meletakkan foto tersebut tak jauh dari foto perkawinan mereka.
Bagaimanapun Ami tetap akan mencintai Iman sekaligus mencintai Satria, suami tercintanya. Dan Satria merupakan pria yang memiliki hati sejati. Baginya, cinta sejatinya adalah Ami. Apapun yang Ami lakukan, ia berusaha menerima semua keadaan itu. Baginya tak ada yang perlu dicemburui dari batu nisan. Ia tetap menjalankan rumah tangganya dengan sakinah, mawaddah dan warramah, hingga saat ini…
Mendengar cerita diatas, terus terang saya merasa sedih, terharu, sekaligus miris. Saya kagum dengan sosok Satria yang ternyata benar-benar mencintai Tante Ami. Saya juga mengerti kepedihan Tante Ami ketika ditinggalkan tunangannya. Tentu rasanya sulit ditinggalkan oleh orang yang sudah membekas dihati.
Akankah ada pria-pria seperti Satria? Saya harap semoga banyak pria yang akan tetap setia kepada seorang wanita, menerima mereka apa adanya.
Sekitar dua puluh tahun yang lalu, Ami sedang menjalankan semester terakhir dan berusaha menyelesaikan skripsi. Disaat itu pula, 2 minggu yang akan datang, Ami akan dipersunting oleh seorang pria yang bernama Iman (bukan nama sebenarnya).
Ami dan Iman telah berpacaran selama 7 tahun. Iman merupakan teman SD Ami. Mereka telah kenal selama 14 tahun. Masa 7 tahun adalah masa pertemanan, dan kemudian dilanjutkan ke masa pacaran. Mereka bahkan telah bertunangan dan 2 minggu ke depan, Ami dan Iman akan melangsungkan ijab kabul.
Entah mimpi apa semalam, tiba-tiba Ami dikejutkan oleh suatu berita.
Adiknya Iman: Mbak Ami, Mbak Ami. Mas Iman…Mas Iman….kena musibah!Saat itu Ami tidak mengetahui musibah apa yang menimpa Iman. Kemudian sang adik melanjutkan beritanya…
Ami: Innalillahi wa inna illahi roji’un…
Adiknya Iman: Mas Iman…kecelakaan…dan..meninggal……dan Ami kemudian pingsan…
Ami: Innalillahi wa inna illahi roji’un…
Setelah bangun, Ami dihadapkan oleh mayat tunangannya. Ami yang shock berat tak bisa berkata apa-apa. Bahkan tidak ada air mata yang mengalir.
Ketika memandikan jenazahnya, Amit terdiam. Ami memeluk tubuh Iman yang sudah dingin dengan begitu erat dan tak mau melepaskannya hingga akhirnya orang tua Iman mencoba meminta Ami agar tabah menghadapi semua ini.
Setelah dikuburkan, Ami tetap terdiam. Ia berdoa khusyuk di depan kuburan Iman.
Sampai seminggu ke depan, Ami tak punya nafsu makan. Ia hanya makan sedikit. Ia pun tak banyak bicara. Menangis pun tidak. Skripsinya terlantar begitu saja. Orangtua Ami pun semakin cemas melihat sikap anaknya tersebut.
Akhirnya bapaknya Ami memarahi Ami. Sang bapak sengaja menekan anak tersebut supaya ia mengeluarkan air mata. Tentu berat bagi Ami kehilangan orang yang dicintainya, tapi tidak mengeluarkan air mata sama sekali. Rasanya beban Ami belum dikeluarkan.
Setelah dimarahi oleh bapaknya, barulah Ami menangis. Tumpahlah semua kesedihan hatinya. Setidaknya, satu beban telah berkurang.
…tiga bulan kemudian…
Skripsi Ami belum juga kelar. Orangtuanya pun tidak mengharap banyak karena sangat mengerti keadaan Ami. Sepeninggal Iman, Ami masih terus meratapi dan merasa Iman hanya pergi jauh. Nanti juga kembali, pikirnya.
Di dalam wajah sendunya, tiba-tiba ada seorang pria yang tertarik melihat Ami. Satria namanya (bukan nama sebenarnya). Ia tertarik dengan paras Ami yang manis dan pendiam. Satria pun mencoba mencaritahu tentang Ami dan ia mendengar kisah Ami lengkap dari teman-temannya.
Setelah mendapatkan berbagai informasi tentang Ami, ia coba mendekati Ami. Ami yang hatinya sudah beku, tidak peduli akan kehadiran Satria. Beberapa kali ajakan Satria tidak direspon olehnya.
Satria pun pantang menyerah, sampai akhirnya Ami sedikit luluh. Ami pun mengajak Satria ke kuburan Iman. Disana Ami meminta Satria minta ijin kepada Iman untuk berhubungan dengan Ami. Satria yang begitu menyayangi Ami menuruti keinginan perempuan itu. Ia pun berdoa serta minta ijin kepada kuburan Iman.
Masa pacaran Ami dan Satria begitu unik. Setiap ingin pergi berdua, mereka selalu mampir ke kuburan Iman untuk minta ijin dan memberitahu bahwa hari ini mereka akan pergi kemana. Hal itu terus terjadi berulang-ulang. Tampaknya sampai kapanpun posisi Iman di hati Ami tidak ada yang menggeser. Tetapi Satria pun sangat mengerti hal itu dan tetap rela bersanding disisi Ami, walaupun sebagai orang kedua dihati Ami.
Setahun sudah masa pacaran mereka. Skripsi Ami sudah selesai enam bulan yang lalu dan ia lulus dengan nilai baik. Satria pun memutuskan untuk melamar Ami.
Sebelum melamar Ami, Satria mengunjungi kuburan Iman sendirian. Ini sudah menjadi ritual bagi dirinya. Disana ia mengobrol dengan batu nisan tersebut, membacakan yasin, sekaligus minta ijin untuk melamar Ami. Setelah itu Satria pulang, dan malamnya ia melamar Ami.
Ami tentu saja senang. Tapi tetap saja, di hati Ami masih terkenang sosok Iman. Ami menceritakan bagaimana perasaannya ke Satria dan bagaimana posisi Iman dihatinya. Satria menerima semua itu dengan lapang dada. Baginya, Ami adalah prioritas utamanya. Apapun keinginan Ami, ia akan menuruti semua itu, asalkan Ami bahagia.
Ami pun akhirnya menerima lamaran Satria.
…beberapa bulan setelah menikah…
Di rumah yang damai, terpampang foto perkawinan Ami dan Satria. Tak jauh dari foto tersebut, ada foto perkawinan Ami ukuran 4R. Foto perkawinan biasa, namun ada yang janggal. Di foto tersebut terpampang wajah Ami dan Iman.
Ya, Ami yang masih terus mencintai Iman mengganti foto pasangan disebelahnya dengan wajah Iman. Foto itupun terletak tak jauh dari foto perkawinan Satria dan Ami. Sekilas terlihat foto tersebut hasil rekayasa yang dibuat oleh Ami. Namun Satria mengijinkan Ami meletakkan foto tersebut tak jauh dari foto perkawinan mereka.
Bagaimanapun Ami tetap akan mencintai Iman sekaligus mencintai Satria, suami tercintanya. Dan Satria merupakan pria yang memiliki hati sejati. Baginya, cinta sejatinya adalah Ami. Apapun yang Ami lakukan, ia berusaha menerima semua keadaan itu. Baginya tak ada yang perlu dicemburui dari batu nisan. Ia tetap menjalankan rumah tangganya dengan sakinah, mawaddah dan warramah, hingga saat ini…
Mendengar cerita diatas, terus terang saya merasa sedih, terharu, sekaligus miris. Saya kagum dengan sosok Satria yang ternyata benar-benar mencintai Tante Ami. Saya juga mengerti kepedihan Tante Ami ketika ditinggalkan tunangannya. Tentu rasanya sulit ditinggalkan oleh orang yang sudah membekas dihati.
Akankah ada pria-pria seperti Satria? Saya harap semoga banyak pria yang akan tetap setia kepada seorang wanita, menerima mereka apa adanya.
Langganan:
Postingan (Atom)